Tiga Strategi Perangi TBC

Tiga Strategi Perangi TBC

TBC menjadi penyakit menular paling mematikan urutan kedua setelah Covid-19 di 2021 dan urutan ke-13 sebagai faktor penyebab utama kematian di seluruh dunia. Indonesia ditargetkan bebas tuberkulosis pada 2030.

Dunia kesehatan di Indonesia sedang mendapat sorotan. Dalam rilis World Health Organization (WHO), merujuk dokumen “Global Tuberculosis Report 2022”, disebutkan bahwa Indonesia disebut menjadi negara pengidap TBC terbesar kedua di dunia setelah India.

TBC menjadi penyakit menular paling mematikan urutan kedua setelah Covid-19 pada 2021 dan urutan ke-13 sebagai faktor penyebab utama kematian di seluruh dunia. Secara global, sekurangnya 1,6 juta orang meninggal dunia akibat TBC, angka ini naik dari tahun sebelumnya, yakni sekitar 1,3 juta orang. Sedangkan jumlah yang meninggal dikarenakan TBC dan HIV sebanyak 187.000 orang.

Sementara itu di Indonesia jumlah kematian akibat TBC sebanyak 150.000 kasus (satu orang setiap empat menit), angka ini naik 60% dari 2020, yang sebanyak 93.000 kasus, dengan tingkat kematian sebesar 55 per 100.000 penduduk. Diperkirakan setiap tahun sebanyak 969 ribu (satu orang setiap 33 detik) masyarakat di Indonesia menderita penyakit TBC pada 2021. Angka itu naik 17% dari tahun 2020.

Sebelumnya, pada 2020 Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Tiongkok, dengan 824 ribu kasus. India 2,59 juta kasus, disusul Tiongkok dengan 842 ribu kasus.

Indonesia ingin mencapai target bebas tuberkulosis pada 2030. Dalam rapat terbatas membahas penanganan TBC yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada Selasa (18/7/2023), Presiden Jokowi memberikan tiga arahan kepada Kabinet Indonesia Maju untuk terus mengupayakan percepatan eliminasi TBC.

BACA JUGA:  Bahtiar Kunjungi Panti Asuhan Campaloga Mamuju Serahkan Bantuan Baznas Sulbar

Pertama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi berkolaborasi untuk memastikan setiap orang dengan TBC didiagnosa dan diobati sampai sembuh sesuai standar pelayanan minimal.

Kedua, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyediakan fasilitas karantina agar orang dengan TBC fokus memulai pengobatan dalam dua bulan pertama.

Ketiga, kepada masyarakat yang menjalani pengobatan TBC untuk taat menuntaskan pengobatan sampai sembuh. Salah satu persoalan terkait penanganan TBC adalah penderita yang tidak disiplin meminum obat sesuai jangka waktu yang dianjurkan.

Akselerasi Eliminasi TBC

Pemerintah terus berupaya mempercepat eliminasi penyakit tuberkulosis atau TBC di tanah air melalui berbagai langkah. Mulai dari menggencarkan surveilans atau deteksi, pengobatan, hingga pemberian vaksin.

Dalam Strategi Nasional Eliminasi TBC yang tertuang pada Perpres nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, ada sejumlah strategi mengatasi TBC di Indonesia. Mulai dari penguatan komitmen, peningkatan akses layanan TBC, optimalisasi upaya promosi dan pencegahan TBC, pengobatan TBC dan pengendalian infeksi, kemudian pemanfaatan hasil riset dan teknologi.

Pendeteksian penderita TBC menjadi kunci untuk mengurangi beban TBC dari tahun ke tahun. Presiden Jokowi memberikan arahan kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin untuk kerja sama dengan Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar dalam penanganan TBC di tanah air.

BACA JUGA:  Pemprov Sulbar Kembali Uji Coba Makan Siang Gizi Gratis di SMAN 2 Mamuju

Merujuk laporan situs https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/pemerintah-terus-akselerasi-eliminasi-tuberkulosis/ Presiden menginstruksikan ketiga menteri itu untuk memastikan bahwa deteksi dari seluruh rakyat yang kemungkinan kena tuberkulosis itu harus segera dilakukan. Penemuan kasus sedini mungkin dan pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutus penularan TBC di masyarakat.

Sebelum wabah Covid-19 merebak baru ada 545 ribu kasus yang telah terdeteksi, sedangkan sisanya sebanyak 400 ribu tidak terdeteksi. Sejak akhir 2022 pemerintah telah melakukan akselerasi pendeteksian TBC. Alhasil, saat ini bisa mendeteksi sekitar 720.000 pengidap dari sebelumnya hanya tercatat sekitar 540.000 pasien.

“Kita harapkan sampai 2024 nanti 90 persen dari estimasi yang 969.000 bisa ketemu atau bisa terdeteksi,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin seusai rapat terbatas.

Langkah selanjutnya, menggencarkan surveilans atau deteksi, pengobatan, hingga pemberian vaksin. Khusus untuk vaksin, pemerintah saat ini sedang mengkaji tiga vaksin TBC untuk masyarakat yaitu vaksin mRNA dari BioNTech-Biofarma, viral vektor CanSino-Etana, dan vaksin TB protein rekombinan dari Bill and Melinda Gates Foundation (BMGF).

Penelitian klinis ketiga vaksin tersebut bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebagaimana diketahui TBC merupakan penyakit menular. Bakteri TB ditularkan melalui droplet yang terinfeksi di udara.

BACA JUGA:  7 Penyebab Telinga Gatal dan Cara Mengatasinya

Guna menekan penyebaran penyakit TBC, Presiden Jokowi memberikan arahan kepada Menkes agar menyiapkan karantina khusus berdekatan dengan lokasi di mana tuberkulosis itu terjadi. Selain agar tidak menulari orang lain, karantina juga diharapkan bisa menjadikan pasien pengidap TBC disiplin meminum obat karena pengobatan TBC berlangsung dalam waktu enam bulan dengan minimal dua bulan penuh sampai obatnya bereaksi.

Sementara itu, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Bengkulu selama 3 hari pada 19–21 Juli 2023. Salah satu agenda Presiden adalah meninjau fasilitas program BPJS dan perawatan TBC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepahiang. Kunjungan ke daerah ini merupakan wujud dukungan Presiden Jokowi demi mengedukasi agar masyarakat mau mengikuti vaksinasi maupun mengonsumsi obat TBC.

Pemberantasan TBC merupakan program prioritas pemerintah yang dicanangkan dalam program Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030. Presiden Jokowi menargetkan Indonesia harus sudah bebas dari TBC pada 2030. Untuk mencapai target eliminasi TBC 2030 diperlukan kerja keras dari semua pihak, bukan hanya sektor kesehatan.

Untuk akselerasi penanganan TBC di Indonesia, pemerintah menjalin kerja sama luar negeri untuk pengendalian TBC di Indonesia. Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) melalui Nota Diplomatik Kedubes PEA di Jakarta nomor1/3/19-281 menyampaikan komitmen untuk mendukung program pencegahan tuberkulosis di Indonesia dengan memberikan hibah berupa Financial Aid sebesar USD10 juta. USAID juga turut memberikan bantuan untuk program pengentasan TBC sebesar USD70 juta. (indonesia.go.id)