Sebagai bentuk komitmen dalam pengurangan emisi karbon, Kementerian PUPR menerapkan konstruksi berkelanjutan dan mengembangkan infrastruktur hijau.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Indonesia Water Institute pada pertengahan Maret lalu menyelenggarakan sustainable infrastructure forum dengan tema “Komitmen Bersama untuk Pengurangan Emisi Karbon dan Strategi Pembiayaan Infrastruktur Berkelanjutan”.
Dalam kesempatan ini Menteri PUPR RI Basuki Hadimuljono mengatakan, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan menggunakan seluruh sumber daya sendiri atau 41% dengan dukungan serta kerja sama internasional. Dalam mewujudkan sasaran itu, sambung dia, sektor konstruksi memainkan peranan penting.
Menteri Basuki mengingatkan, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas konstruksi cukup signifikan. “Untuk itu, Kementerian PUPR RI berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon melalui penerapan konstruksi berkelanjutan dan pengembangan infrastruktur hijau yang mensinergikan antara natural system dan engineered solution,” katanya, dalam sambutan yang dibacakan oleh Plt. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR RI Jarot Widyoko.
Secara umum, emisi gas rumah kaca menjadi penyebab global warming dan memicu perubahan iklim. Konsekuensinya adalah menimbulkan anomali cuaca/cuaca ekstrem, meningkatnya suhu bumi, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan dan hujan lebat.
Implementasi konstruksi berkelanjutan dapat dilakukan dengan mengutamakan produk lokal, unggulan, dan ramah lingkungan. Sebagai langkah konkret, diterbitkan Instruksi Menteri PUPR nomor 4 tahun 2020 tentang Penggunaan Non-Ordinary Portland Cement (Non-OPC) pada Pekerjaan Konstruksi di Kementerian PUPR RI.
Pada instruksi menteri itu diamanatkan bahwa untuk mewujudkan pembangunan konstruksi yang berkelanjutan, diperlukan optimalisasi penggunaan material yang ramah lingkungan dalam pekerjaan konstruksi. Tapi tetap memenuhi persyaratan spesifikasi material untuk tiap-tiap jenis pekerjaan konstruksi.
Semen Non-OPC telah teruji dapat memenuhi persyaratan spesifikasi dan diproduksi dengan indeks terak yang lebih rendah dibandingkan semen OPC yang banyak digunakan untuk konstruksi berbagai infrastruktur. Sehingga, dapat menekan emisi CO2 dalam proses produksinya.
Menurut Jarot, saat ini, Kementerian PUPR RI mendapat tugas besar untuk membangun infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN) yang mengusung konsep Smart Forest City. Dalam membangun IKN, Kementerian PUPR RI juga memanfaatkan inovasi teknologi yang mendukung upaya penurunan emisi karbon dan zero waste.
Upaya penurunan emisi karbon dan zero waste tersebut meliputi Integrated Urban Water Management (IUWM) dengan mengelola sistem tata air perkotaan, Smart Water Management System terkait penyelenggaraan penyediaan air minum, daur ulang grey water, serta sistem pemanenan air hujan yang penggunaannya dapat dipantau menggunakan aplikasi, dan Waste Management Flow dengan mengelola sampah dan limbah di IKN menggunakan konsep pengelolaan sampah berbasis reduce, reuse, recycle (3R).
Jarot menegaskan kembali, kunci penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan adalah kolaborasi pentaheliks antarpemangku kepentingan yang terdiri atas pemerintah, dunia usaha, masyarakat, akademisi, dan media. “Untuk itu, kita perlu bekerja keras dan bekerja sama untuk menyukseskan agenda besar ini dengan cara mensosialisasikan, mengembangkan, dan menyinergikan pemakaian material konstruksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tandas Jarot.
Sementara itu, Direktur Utama SIG Donny Arsal mengatakan, konstruksi di Indonesia menjadi salah satu sektor penggerak ekonomi nasional terbesar dengan serapan tenaga kerja lebih dari 8 juta jiwa. SIG memiliki visi untuk mendorong inovasi produk dan teknologi konstruksi yang berwawasan masa depan dan berorientasi perlindungan lingkungan.
Melalui semangat Go Beyond Next untuk mendukung kehidupan masa depan yang berkelanjutan, SIG telah mengembangkan produk ramah lingkungan. Selain portofolio produk semen Non-OPC untuk berbagai aplikasi yang dapat mereduksi emisi CO2 sebesar 8-44%, SIG juga menyediakan berbagai solusi beton yang telah dikembangkan. Seperti, teknologi konstruksi DynaHome untuk percepatan pembangunan perumahan, SpeedCrete untuk solusi perbaikan perkerasan beton dengan open traffic dalam 4 jam yang memungkinkan penyelesaian pengerjaan konstruksi jalan yang lebih cepat dan bebas macet, serta ThruCrete solusi perkerasan beton dengan porositas hingga 35% yang dapat menyediakan daerah resapan air dan mengurangi risiko banjir.
Melalui unit pengolahan limbah bernama Nathabumi, SIG memanfaatkan limbah industrial maupun sampah perkotaan sebagai bahan baku dan bahan bakar alternatif melalui metode co-processing. Beberapa jenis limbah industri seperti fly ash, bottom ash, dan copper slag juga dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku semen dan produk turunannya.
“Selain menyediakan material konstruksi yang ramah lingkungan, kami juga ingin terlibat dalam pemberdayaan tenaga kerja konstruksi di Indonesia terutama dalam hal prinsip dan tren konstruksi berkelanjutan serta perkembangan teknologi semen ramah lingkungan dan produk turunannya untuk menunjang peningkatan penggunaan produk ramah lingkungan dalam negeri demi mewujudkan penyelenggaraan konstruksi yang produktif, efisien, dan ramah lingkungan,” ujar Donny Arsal.
Penulis: Eri Sutrisno