Menikmati Libur Lebaran tanpa Varian Baru Covid-19

Menikmati Libur Lebaran tanpa Varian Baru Covid-19

Pandemi tetap terkendali jelang masa libur Lebaran. Namun faktanya masyarakat masih hidup berdampingan dengan Covid-19. Oleh sebab itu, pemerintah tetap menyiagakan layanan penanganan akibat infeksi virus corona mutan tersebut.

Pada Jumat (31/3/2023), Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran secara resmi ditutup, setelah menjalankan fungsinya selama lebih dari tiga tahun, sejak pertama kali merawat pasien Covid-19 pada 23 Maret 2020.

Koordinator RSDC Wisma Atlet Mayjen Tugas Ratmono mengatakan, penutupan itu sesuai dengan surat perintah yang berlaku.  “Ditutup seluruhnya, seluruh tower untuk perawatan pasien Covid-19,” kata Tugas, di Tower 3 RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta.

Sementara itu, Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) TNI Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Guntoro menambahkan, perjuangan para tenaga kesehatan telah berakhir ditandai dengan acara pelepasan yang terlaksana Jumat itu. Pelepasan sendiri dilakukan setelah sebagian operasional RSDC Wisma Atlet Kemayoran diperpanjang hingga 31 Maret 2023.

“Perpanjangan berakhir hari ini, 31 Maret 2023. Alhamdulillah, hari ini kita telah sampai pada akhir perjuangan merawat pasien Covid-19,” tutur Guntoro.

Diketahui, RSDC Wisma Atlet ditutup bertahap sejak 31 Desember 2022. Kala itu, hanya satu tower yang bakal disiagakan hingga Maret 2023, yakni tower 6. Tower itu disiagakan demi mengantisipasi kenaikan Covid-19. Tower 6 dipilih karena memiliki akses yang paling mudah dari pintu masuk.

Sebelumnya, di tower itu terdapat instalasi Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit (ICU), Intermediate Care Unit, dan High Care Unit, serta nakes yang masih berjaga. “Di akhir 2022 pemerintah, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengeluarkan perintah pemberhentian operasional. Namun akhir Desember 2022, BNPB mengeluarkan surat untuk memperpanjang, antisipasi kenaikan kasus (Covid-19),” jelasnya.

Rumah sakit darurat di bilangan Kemayoran itu menjadi tulang punggung penanganan Covid-19, khususnya untuk wilayah Jabodetabek, sejak awal merebaknya virus corona mutan di Indonesia. RSDC Wisma Atlet telah menghadapi hantaman gelombang di Indonesia yang muncul akibat masuknya varian baru, termasuk pada April 2021 dan Agustus-September 2021.

Tren penurunan penularan Covid-19 di Indonesia memang menjadi alasan utama usainya tugas berat yang tersampir di pundak awak rumah sakit darurat tersebut. Namun dari perspektif dunia kesehatan, bukan berarti virus itu sudah enyah dari muka bumi.

Itulah sebabnya, disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, menghadapi arus mudik jelang Idulfitri 1444 Hijriah, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan tetap menyiagakan layanan untuk penanganan Covid-19 di rumah sakit maupun puskesmas yang ada di jalur-jalur mudik.

Termasuk, menurut Nadia, memastikan ketersediaan tempat tidur untuk pasien Covid-19 beserta perawatan yang akan diberikan, yakni pemeriksaan PCR, reagen (pereaksi kimia), hingga ketersediaan obat. “Itu kita siapkan tadi ventilator, kemudian kita siapkan oksigen. Kalau sekarang saya tidak terlalu khawatir ya karena oksigen sudah cukup banyak di berbagai rumah sakit ya, tetapi tetap kita pastikan hal tersebut,” katanya.

Hal lain yang juga diantisipasi, Nadia menjelaskan, adalah terkait edukasi masyarakat untuk tetap melengkapi diri dengan dosis vaksin Covid-19 yang tepat. Sebab meski pandemi telah terkendali, dia mengingatkan, masyarakat masih akan terus hidup berdampingan dengan virus.

Sehingga, Nadia mengatakan, walaupun booster kedua tidak dijadikan sebagai kewajiban atau syarat perjalanan mudik 2023, pemerintah tetap meminta masyarakat untuk segera mendapatkan booster. Tujuannya, sambung dia, untuk bisa menciptakan keamanan bagi kelompok rentan, seperti lansia dan penderita komorbid, di momentum mudik tersebut.

Sebagaimana diketahui, dari data terkini yang disampaikan pemerintah, penambahan harian Covid-19 di Indonesia berada di angka 403 kasus, pada Minggu, 2 April 2023. Dengan demikian, total kasus konfirmasi positif di Indonesia mencapai 6.747.363 orang. Penambahan itu berdasarkan pada pemeriksaan terhadap 9.904 spesimen.

Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 juga mencatat adanya empat pasien meninggal hari ini. Sehingga jumlah korban jiwa akibat virus tersebut menjadi 161.027 orang.

Kendati secara umum terjadi penurunan kasus kejangkitan di tanah air, dalam waktu sepekan belakangan ada kecenderungan jumlahnya mengalami kenaikan. Tercatat, kasus aktif bertambah 245 dan virus masih ditemukan di 34 provinsi dan 510 kabupaten/kota di Indonesia.

Terkait itulah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat tetap mewaspadai penyakit itu yang beberapa tahun lalu sempat menyerang lebih dari 200 negara di dunia. “Jadi segera booster satu atau dua dan pakai masker pada tempat kerumunan,” tandas Kepala Nadia.

 

Peringatan WHO

Tren kenaikan kasus pada beberapa pekan belakangan memang telah pula mendapat perhatian penuh dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kemunculan varian baru Covid-19, yakni Omicron XBB.1.16 yang juga dijuluki ‘Arcturus’, dianggap telah mendorong terjadinya lonjakan kasus baru di India. Kondisi di negeri jiran itu memang terjadi di saat kasus yang dilaporkan oleh sebagian besar negara dunia mengalami penurunan.

Adalah Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis Covid-19 untuk WHO, yang menjelaskan bahwa Arcturus sangat mirip dengan “Kraken” XBB.1.5, varian Covid-19 paling menular yang dominan di AS. Maria Van Kerkhove juga mengatakan ada sekitar 800 genome sequence varian Omicron XBB.1.16 dari 22 negara.

“Profil XBB.1.16 sebenarnya sangat mirip dengan XBB.1.5 (subvarian Omicron). Ini memiliki satu mutasi mutasi tambahan pada spike protein, yang dalam penelitian laboratorium menunjukkan peningkatan infektivitas, serta potensi peningkatan patogenisitas (properti penyebab penyakit). Itu sudah beredar selama beberapa bulan,” katanya, dikutip dari Business Today, Senin (3/4/2023).

Persoalannya, mutasi tambahan pada protein lonjakan virus, yang menempel dan menginfeksi sel manusia, berpotensi membuat varian tersebut lebih menular dan bahkan menyebabkan penyakit yang lebih parah. Untuk alasan itu dan melihat kecenderungan peningkatan kasus di Timur, XBB.1.16 dianggap sebagai salah satu varian yang harus diperhatikan.

Berdasarkan data WHO, XBB.1.5 menyumbang kurang dari setengah dari semua kasus yang diurutkan secara global pada awal Maret. Hanya waktu yang akan menentukan seperti apa– jika ada—perbedaan tingkat keparahan yang ditunjukkan Arcturus. Sebab, mutasi yang secara teori tampak memprihatinkan tidak selalu memprihatinkan dalam kehidupan nyata. Hal tersebut lantaran sangat kompleksnya sifat imunitas populasi.

Lonjakan di India

Salah satu negara yang mencatatkan adanya lonjakan kasus penularan akibat varian baru Omicron adalah Indonesia. Di negara itu, kasus kematian melonjak hingga 114 persen. Sementara itu, lonjakan kasus dalam 28 hari terakhir menyentuh 437 persen.

Sementara itu, laporan epidemiologi organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebut adanya laporan dari wilayah Asia Tenggara sebanyak lebih dari 27 ribu kasus baru. Trennya juga meningkat 152 persen dibandingkan dengan periode 28 hari sebelumnya.

Catatan yang ada menunjukkan, peningkatan tren paling tinggi ada di India, yakni berada di 18.130 kasus pascasemula di 3.378, diikuti oleh Maladewa, lalu Nepal. India juga melaporkan setidaknya 62 kematian baru yang berarti 114 persen meningkat dengan 1 kematian baru per 100.000.

Pakar kesehatan masyarakat di sana mengatakan, gejala varian baru itu kebanyakan mirip flu ringan. Orang mungkin mengalami gejala pada saluran pernapasan atas dan bawah. Dalam hal gejala saluran pernapasan bagian atas, pasien mengalami keluarnya cairan dari hidung, sakit tenggorokan, demam yang meningkat perlahan, hingga berlangsung selama satu atau dua hari, dan kehilangan penciuman.

“Jika ada gejala-gejala ini, disarankan untuk dites Covid-19. Untuk gejala saluran pernapasan bagian bawah, orang mungkin mengalami bronkitis dan batuk parah. Varian baru ini berbeda dengan yang lain, dalam artian penyebarannya lebih cepat dari varian lainnya. Namun, tingkat rawat inap sangat rendah dan dapat dikelola di rumah,” kata Dr Kuldeep Kumar Grover, kepala perawatan kritis dan pulmonologi di Rumah Sakit CK Birla.

Sementara itu, Ryan Gregory, seorang profesor biologi di University of Guelph di Ontario, Kanada, kepada Fortune, mengatakan peningkatan pesat Arcturus di India memprihatinkan.

“XBB.1.16 itu tampaknya semakin meningkat di negara dengan kekebalan populasi yang kuat dari infeksi sebelumnya dan kekebalan yang memprihatinkan,” demikian catatan Gregory. Meskipun belum jelas seberapa besar lonjakan varian baru di India atau di tempat lain, yang patut dicatat adalah gelombang besar bukan lagi menjadi pola utama kasus Covid-19.

Penulis: Ratna Nuraini