Pemerintah serius mengembangkan dan eksplorasi proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di sejumlah wilayah Indonesia untuk mencapai bauran 23% di tahun 2025.
Pemerintah serius mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di sejumlah wilayah di Indonesia. Sebagai aksi konkret dari Paris Agreement, sejumlah proyek panas bumi di Indonesia telah dimulai dan diakselerasi agar dapat segera berjalan dan dapat berkontribusi pada peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% yang ditargetkan tercapai pada 2025.
Salah satu proyek PLTP yang baru dimulai adalah kegiatan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) Cipanas yang berada di Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. PSPE Cipanas dilaksanakan oleh PT Daya Mas Geopatra Pangrango, sesuai dengan Keputusan Menteri Investasi/ Kepala BKPM—atas nama Menteri ESDM–tanggal 15 Juni 2022 dan berlaku selama tiga tahun.
Sumber daya panas bumi yang tersedia di wilayah PSPE Cipanas diperkirakan sebesar 85 MW, dengan rencana pengembangan proyek PLTP Cipanas, yaitu sebesar 55 MW. PLTP Cipanas ditargetkan dapat beroperasi komersial pada 2030. Dengan asumsi, satu rumah terpasang listrik 900 watt, maka PLTP Cipanas 55 MW diperkirakan dapat menjadi sumber listrik bagi kurang lebih 61 ribu kepala keluarga.
Saat ini, persiapan dan kegiatan PSPE Cipanas terus dilakukan. Proses perizinan pemanfaatan ruang dan penyusunan dokumen lingkungan dan pelaksanaan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat di sekitar Desa Cipandawa dan Sindangjaya. Adapun kegiatan survei geosains permukaan yang diagendakan pada Desember 2022 tertunda akibat bencana gempa yang terjadi di wilayah Cianjur.
Terkait bencana gempa yang terjadi di wilayah Cianjur, sesuai Laporan Tanggap Darurat Bencana Gerakan Tanah yang diterbitkan oleh Badan Geologi pada 29 November 2022, dapat disimpulkan bahwa gempa bumi Cianjur dengan magnitude 5,6 SR yang terjadi pada 21 November 2022 pukul 13:21:10 WIB memiliki episenter gempa yang berada pada koordinat 6,84 LS – 107,05 BT dan kedalaman 11 km.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa Cianjur merupakan gempa yang diduga diakibatkan oleh pergerakan sesar/patahan Cimandiri. Wilayah di Jawa Barat, termasuk Cianjur, berada dalam kawasan tektonik aktif dan kompleks yang menyebabkan kerawanan terjadinya gempa. Lebih lanjut, BMKG menjelaskan bahwa tak hanya rawan gempa, wilayah Sukabumi, Cianjur, Lembang, Purwakarta, dan Bandung secara tektonik merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks sehingga wilayah tersebut sering terdampak oleh adanya gempa dangkal. Sehingga, tidak tepat jika gempa Cianjur dikaitkan dengan aktivitas kegiatan panas bumi di wilayah Cipanas.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris mengatakan bahwa dari hasil studi geosains, prospek panas bumi Cipanas berasosiasi dengan zona vulkanik yang berada di kawasan Gunung Gede Pangrango.
“Kawasan Cipanas tidak berasosiasi dengan penyebab gempa Cianjur yang bersumber dari pergerakan patahan tektonik, yang diperkirakan berhubungan dengan sesar Cimandiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gempa Cianjur tidak berhubungan dengan aktivitas kegiatan PSPE Cipanas yang saat ini baru memulai kegiatan perizinan dan survei geosains permukaan,” ujar Harris, dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Senin (14/2/2023).
Perlu diketahui, Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW, dan terakhir Islandia 5.800 MW.
Bila sampai akhir 2022, tambahan kapasitas PLTP RI mencapai 2.347,63 MW, artinya pemanfaatan energi panas bumi untuk listrik baru sebesar 9,8% dari total sumber daya yang ada.
Penulis: Eri Sutrisno