Jelang Ramadan, Stok Pangan Dijamin Aman

Jelang Ramadan, Stok Pangan Dijamin Aman

Presiden minta stok pangan selalu tersedia. Para menteri harus saling dukung dan melakukan check on the spot.

Masalah ketersediaan pangan sangat penting jelang Ramadan dan Idulfitri 1444 Hijriah yang tinggal menghitung hari. Seperti pada pelaksanaan beberapa tahun lalu, pemerintah sangat memperhatikan masalah ketersediaan pangan itu bagi masyarakat.

Itulah sebabnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa perlu memanggil pembantunya secara khusus demi mengetahui kesiapan pemerintah menghadapi Ramadan-Idulfitri 1444 Hijriah tersebut.

Rapat terbatas dipimpin langsung Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (24/2/2023). Hadir dalam kesempatan itu, antara lain, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Dirut Perum Bulog Budi Waseso, dan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Mentan Syahrul menjelaskan, Presiden Jokowi mengecek secara detail satu per satu ketersediaan 12 komoditas pangan strategis, mulai dari beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging lembu/sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, gula konsumsi, dan minyak goreng.

Pengecekan dilakukan secara khusus dalam rangka memastikan ketersediaan komoditas-komoditas itu menjelang puasa-lebaran di 2023. Menurut Mentan Syahrul, Presiden Jokowi meminta stok selalu tersedia, dan semua menteri harus saling mendukung dan bersama-sama melakukan check on the spot atas ketersediaan dari buffer stock 12 komoditas yang ada.

BACA JUGA:  Ketum SMSI Firdaus: Hindari Hoax dan Ujaran Kebencian Demi Pilkada Aman dan Damai

“Secara umum, ketersediaan dalam neraca yang ada, sampai dengan Maret 2023, Alhamdulillah cukup tersedia,” ujar Mentan Syahrul, yang dipantau dari kanal media sosial Sekretariat Kabinet, Jumat (24/2/2023).

Untuk mendukung upaya menjaga pasokan, kata Mentan Syahrul, harus didukung oleh aspek logistik, terutama distribusi. Pemerintah terus membenahi aspek itu. Pemerintah pusat juga melibatkan kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) untuk menjamin pasokan 12 komoditas pangan tersebut.

“Aspek logistik terutama distribusi harus kita benahi, kita juga kerja sama dengan para gubernur dan bupati/wali kota agar upaya menjaga ketersediaan 12 komoditas pangan itu berjalan baik,” kata Mentan Syahrul.

Berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng, pemerintah juga memastikan ketersediaannya berdasarkan neraca yang ada. “Minyak goreng ini bukan kompetensi saya, tapi dilaporkan cukup tersedia, semoga pada puasa-lebaran nanti semua berjalan sesuai harapan,” tambahnya.

Untuk pangan dasar yang harus dipenuhi dari impor, seperti daging, Presiden Jokowi juga memerintahkan semua menteri memberi perhatian serius sehingga tidak ada hambatan dalam menjaga ketersediaannya hingga ke daerah.

Dalam kesempatan itu, Mentan Syahrul menjelaskan, saat ratas juga dibahas upaya menormalisasi harga beras. Secara khusus, Presiden Jokowi mengecek secara detail jumlah panen padi untuk menjaga ketersediaan beras menjelang puasa-lebaran di 2023.

“Berapa panen padi kita untuk kesiapan pasokan beras pada Januari, Februari, hingga Maret nanti. Karena ini berkaitan dengan tugas Kementerian Pertanian (Kementan), saya sampaikan bahwa akan ada panen raya padi sekitar 1 juta hektare (ha) pada Februari hingga memasuki Maret dan peak panen raya akan terjadi sekitar periode itu,” tutur Mentan.

BACA JUGA:  Prof. Husain Syam Dukung Kebijakan Pemprov Sulbar Programkan Sekolah Berbasis Vokasi

Data Kerangka Sampel Area Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, produksi beras pada Januari–Maret 2023 akan mencapai 10,64 juta ton, sedangkan konsumsi 7,52 juta ton, sehingga surplus sebesar 3,12 juta ton. Mentan Syahrul mengungkapkan, upaya menjaga ketersediaan beras harus diikuti dengan upaya distribusi yang baik sehingga normalisasi harga komoditas itu tercapai.

“Ketersediaan ini tidak hanya berjalan sendiri, harus diikuti distribusi sehingga normalisasi harga beras bisa tercapai. Kerja sama dengan private sector atau pengusaha juga harus dilakukan. Bapanas dan Bulog adalah bagian-bagian yang akan bermitra dengan pengusaha-pengusaha yang ada,” ungkap Mentan Syahrul.

Sedangkan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, Presiden Jokowi secara khusus meminta ketersediaan beras dijaga. “Beliau memang agak keras untuk memastikan stok ada. Pertama, beras dalam satu bulan ke depan kita panen raya, maka Bulog diperintahkan langsung untuk siap-siap mulai menaikkan harga gabah kering panen/gabah kering giling (GKP/GKG) supaya Bulog bisa menyerap,” papar Arief.

Khusus soal importasi daging, Kepala Bapanas juga menyatakan, Presiden Jokowi menginstruksikan jajaran terkait untuk mencari negara alternatif sumber impor daging sapi yang selama ini bergantung dari Australia. “Beliau menyampaikan (agar) ada alternatif negara untuk country origin sapi (selain) dari Australia ini,” ujar Arief seperti dilansir Antara.

Presiden Jokowi sempat mengingatkan kondisi yang terjadi 2–3 tahun lalu saat harga daging sapi Australia naik akibat terdampak banjir. “Kemudian (sekarang) sudah mulai turun, tapi apabila kondisi seperti ini (terjadi lagi), harusnya disandingkan dengan country origin yang lain, supaya fair,” jelas Arief.

BACA JUGA:  Ketum SMSI Firdaus: Hindari Hoax dan Ujaran Kebencian Demi Pilkada Aman dan Damai

Berkaitan dengan rencana impor dari beberapa negara, pemerintah pun mempertimbangkan untuk impor dari negara lain, seperti impor daging sapi adalah Brasil dan Meksiko. Brasil memiliki selisih harga daging sapi sekitar 5 persen–10 persen lebih murah dari Australia.

“Cuma Brasil itu agak jauh jadi perlu waktu lebih dari dua bulan untuk memasukkannya karena kita bicara untuk sapi hidup. Di sisi lain, untuk menggerakkan ekonomi itu salah satunya penggemukan (fattening) sapi yang ada di peternak-peternak Indonesia,” ujarnya.

Pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek spesifik apabila ingin mengimpor sapi dari Brasil, misalnya terkait kepastian terbebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). “Itu juga dalam bahasan, tapi intinya harus diberikan negara alternatif untuk pemasukan produk daging tersebut,” tutur Arief. (***)

Penulis: Firman Hidranto