Saatnya Hilirisasi Produk Timah

Saatnya Hilirisasi Produk Timah

Pelarangan ekspor timah ditujukan agar kegiatan hilirisasi timah bisa berjalan, demi keuntungan negara yang lebih besar.

Hilirisasi komoditas di sektor mineral dan batu bara terus disuarakan. Dari sekian produk minerba, komoditas nikel telah berhasil dipaksa untuk melakukan penghiliran, setelah adanya larangan ekspor terhadap produk tersebut.

Kini pemerintah berencana melakukan hilirisasi untuk membuat produk yang bernilai tambah terhadap komoditas mineral lainnya, seperti timah, bauksit, dan juga tembaga. Sebelum tahapan menuju ke arah itu, pemerintah berencana melarang ekspor komoditas mineral.

Persoalan program hilirisasi komoditas mineral, seperti timah, bauksit, dan tembaga mencuat ke permukaan setelah Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencana larangan ekspor komoditas mineral saat kepala negara berpidato di acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022, Rabu (7/9/2022). “Tahun ini, setop (ekspor) timah. Tahun depan bauksit, ke depannya lagi, tembaga,” ujar Presiden.

Pernyataan Presiden Jokowi itu dipertegas oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif yang menyebutkan, ke depan pelarangan ekspor diberlakukan bagi jenis timah di bawah timah Ingot. “Turunannya Ingot, masih ada turunannya lagi. Pelarangan kegiatan ekspor timah akan dijalankan segera,” ujar Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (23/9/2022).

Berbicara soal komoditas timah, Indonesia sudah lama dikenal sebagai produsen utama timah dunia. Kebanyakan cadangan sumber daya mineral itu berada di Kepulauan Bangka Belitung. Daerah ini bisa disebut sebagai daerah timah terbesar di Indonesia.

BACA JUGA:  Indonesia Serius Tingkatkan Pembangunan PLTS Atap

Berikutnya, di daerah Bangkinang, Provinsi Riau. Di Kepulauan Riau terdapat juga suatu kelurahan yang merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. Nama kelurahan tersebut adalah Dabo yang terletak di Pulau Singkep.

Wilayah tersebut juga merupakan daerah yang cukup banyak menyimpan cadangan timah. Mengutip data Fitch Solution, Indonesia tercatat hanya menjadi produsen tambang timah terbesar kedua di dunia. Pada 2021, jumlah produksi komoditas timah Indonesia sebesar 83.000 ton. Jumlah ini setara dengan 26 persen total produksi tambang dunia.

Sementara itu, cadangan timah Indonesia, menurut data United State Geological Survey (USGS), diperkirakan mencapai 800.000 ton pada 2021. Jumlah itu juga membuat negara ini menempati urutan kedua pemilik cadangan timah terbesar di dunia.

 

Cadangan Timah

Berbeda dengan USGS yang menyebutkan cadangan timah Indonesia tersisa 800.000 ton pada 2021, satu lembaga menyebutkan negara ini masih memiliki cadangan mencapai 2,23 juta ton. Artinya, negara ini masih mampu bertahan sebagai pemain utama timah dunia hingga 26 tahun mendatang.

Data OEC World menyebutkan, Indonesia berkontribusi terhadap 34,1% nilai ekspor timah dunia pada 2020. Nilainya mencapai USD 1,29 miliar atau Rp19,22 triliun (kurs= Rp14.900/USD).

Nah, siapa saja pemain utama untuk mengeksploitasi tambang timah di pulau Bangka dan sekitarnya. Selain BUMN, PT Timah Tbk (TINS), pemain swasta yang bermain di tambang timah sudah cukup banyak. Sedikitnya ratusan perusahaan teridentifikasi bergerak di tambang tersebut, baik dalam skala besar, sedang, dan kecil.

BACA JUGA:  Pemerintah Gencar Memberantas Judi Online

Sebagai pemain pelat merah, PT Timah Tbk mampu memproduksi bijih timah pada 2021 sebanyak 24.670 ton. Total produksi sebanyak itu sebenarnya jauh dari produksi pada 2000, yang mampu mencapai 39.757 ton.

Produksi bijih timah PT Timah 2021 sebesar 24.670 ton tersebut berasal dari penambangan darat 46 persen dan penambangan bijih timah di laut 54 yang tersebar di wilayah operasional perusahaan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau. Tidak itu saja, BUMN timah itu kini juga sudah mulai bergerak masuk ke produk penghiliran.

Menurut rencana, akan dilakukan pula peningkatan kapasitas produksi timah hilir minimal dua kali lipat pada tahun ini. Kini, perseroan sudah memiliki kapasitas terpasang untuk produk hilir tin chemical sekitar 10.000 ton per tahun, sedangkan tin solder sekitar 4.000 ton per tahun.

Menurut Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Purwoko, untuk mengimbangi potensi tekanan penjualan ingot akibat ekspor ban, industri hilir timah yang dijalankan oleh PT Timah Industri harus ditingkatkan kapasitasnya menjadi dua hingga tiga kali lipat. Perseroan, mau tidak mau, harus mengebut peningkatan kapasitas tersebut pada sisa tahun ini.

BACA JUGA:  Indonesia Serius Tingkatkan Pembangunan PLTS Atap

Hal itu memang tidaklah mudah. Sebab, perseroan juga harus mempertimbangkan potensi penyerapannya di pasar. Tahun lalu pun, kapasitas terpasang yang ada belum terpakai secara optimal. Produksi tin chemical hanya sekitar 7.000 ton, sedangkan tin solder sekitar 2.000 ton.

PT Timah pun memiliki anak perusahaan yang mengembangkan produk hilir timah seperti tin chemical dan tin solder. Anak usaha itu bernama PT Timah Industri yang terletak di Cilegon, Banten. Adapun kapasitas pabrik tersebut yakni 10 ribu ton tin chemical per tahun dan 4.000 ton tin solder per tahun.

PT Timah juga telah memiliki fasilitas pengolahan mineral (smelter) timah. Fasilitas tersebut sekarang ditingkatkan dengan mengadopsi teknologi baru.

Proses pengerjaan project TSL Ausmelt Furnace melibatkan PT Wijaya Karya (Wika) Tbk dan Outotec Pty Ltd. Proyek ini dibangun di kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Dari gambaran di atas, pemain komoditas timah Indonesia sebenarnya sudah sangat siap untuk masuk ke penghiliran. Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, hilirisasi memang harus dipaksakan supaya Indonesia memiliki nilai tambah lebih dalam ekspor mineral khususnya timah.

“Dulu kita apa-apa juga tidak siap. Disuruh jadi siap. Pelarangan ekspor itu berlaku supaya kegiatan hilirisasi timah bisa berjalan demi keuntungan negara yang lebih besar,” tandasnya.

Penulis: Firman Hidranto