Ekonomi Indonesia sudah Pulih

Ekonomi Indonesia sudah Pulih

Ekonomi Indonesia sudah melewati level sebelum pandemi atau pada 2019. Indonesia pun dipandang sebagai negara dengan penanganan Covid-19 terbaik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi Indonesia bertahan di tengah hantaman pandemi Covid-19. Kondisinya, sudah melewati level sebelum pandemi atau pada 2019. Artinya, pemulihan ekonomi telah terjadi secara masif dan meluas di Indonesia.

Menkeu Sri Mulyani mengingatkan, banyak negara di Asia Tenggara, atau bahkan negara G20, yang ekonominya belum pulih akibat dampak pandemi. “Kita adalah sedikit negara yang GDP-nya sudah melewati masa pre-pandemic atau pada 2019. Bahkan hal itu mampu dicapai pada pertengahan tahun ini,” kata Sri Mulyani, dalam acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2022, pada 22 September lalu.

Di berbagai kesempatan, Sri Mulyani juga menyatakan bahw GDP Indonesia telah pulih ke level di masa pandemi, sejak kuartal II-2021. Di mana GDP Indonesia menyentuh Rp2.773 triliun, sedikit di atas kuartal II-2019 yang mencapai Rp2.735 triliun. Jadi dari sisi GDP, pemulihan ekonomi Indonesia pada 2021 sudah melewati level sebelum Covid-19. Persentasenya adalah, 1,6% di atas GDP 2019.

“Ada yang mencapai defisitnya double digit, 10-15%, dan bahkan ekonominya belum pulih. Defisit kita di 2020 di 6%, turun ke 4,7% (di 2021), dan tahun ini kita harap turun lagi,” ungkapnya.

Soal penanganan Covid-19, Sri Mulyani mengatakan, sejauh ini Indonesia menjadi negara dengan cap terbaik. “Tantangannnya sungguh luar biasa banyak. Kita belajar dari pandemi ini. Namun kalau dilihat output dan outcome-nya, Indonesia adalah negara yang relatif sangat baik dalam penanganan Covid-19,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, indikator penanganan Covid-19 sudah sangat baik. Mulai dari jumlah kasus, jumlah vaksinasi, hingga kemampuan merawat masyarakat yang terjangkit virus. Tren kasus dan kematian Covid-19 terus menunjukkan penurunan, terlihat dari hampir semua negara di dunia kini telah menerapkan restriksi minimal.

Sementara itu, kasus Covid-19 domestik juga mulai menunjukkan penurunan, dan Indonesia terus menyiapkan transisi pandemi menuju endemi. Sampai dengan 23 September 2022, pemerintah telah memberikan vaksis dosis 1 kepada 204,42 juta orang (75,7% populasi), dosis 2 kepada 171,04 juta orang (63,3% populasi), dan vaksin booster bagi 63,05 juta orang (23,3% populasi).

Dalam keterangan resmi Kementerian Keuangan disebutkan, perkembangan kondisi ekonomi global diwarnai dengan harga komoditas yang masih volatile. Namun secara umum, terdapat tendensi penurunan harga beberapa komoditas energi dan pangan seiring pelemahan prospek ekonomi global.

Selanjutnya, tekanan harga komoditas juga memicu peningkatan inflasi global, meski di beberapa negara mulai melambat. Inflasi Agustus di Brazil (8,7%), Inggris (9,9%), Eropa (9,1%), Jepang (3,0%), Tiongkok (2,5%), dan AS (8,3). Di samping itu, pelambatan aktivitas manufaktur global semakin dalam pada Agustus, terutama terjadi di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan AS.

Adapun, pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif juga perlu diwaspadai, seperti kenaikan suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 basis poin pada FOMC September 2022. Pada RDG 21-22 September 2022, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menaikkan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%, sebagai langkah untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Pemulihan ekonomi global terus berlanjut, namun melambat di banyak negara. Meski demikian, kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh kuat. Kinerja sektor eksternal Indonesia sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus serta ekspor dan impor Agustus 2022, yang merupakan tertinggi sepanjang masa.

Aktivitas manufaktur Indonesia masih terus menguat dengan tekanan inflasi pada Agustus yang semakin berkurang. Peningkatan konsumsi listrik juga berlanjut, menunjukkan terus tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga internasional terkemuka seperti ADB (5,4%), IMF (5,3%), Bloomberg (5,2%), dan Bank Dunia (5,1%).

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi oleh berbagai lembaga internasional pada level antara 5,1 hingga 5,4 persen untuk tahun ini, ADB bahkan melakukan revisi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari semula 5,2 menjadi 5,4 persen. Ini tentu karena kinerja dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua yang cukup tinggi, dan saat ini sampai kuartal ketiga juga menunjukkan aktivitas yang masih sangat cukup kuat,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi September 2022.

Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut, didukung indikator utama yang menunjukkan kinerja yang kuat, baik dari sisi konsumsi maupun produksi. Google Mobility Indeks per 16 September 2022 berada di angka 19,5%, di atas level pandemi, meski termoderasi. Indeks penjualan ritel masih cukup kuat, turut menopang pemulihan ekonomi, di mana di bulan Agustus diperkirakan tumbuh 5,4% (yoy).

Mandiri Spending Indeks terus menguat di angka 132,0 per 21 Agustus 2022, sejalan dengan optimisme dan mobilitas masyarakat. Selanjutnya, di tengah pelambatan aktivitas manufaktur global, PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 51,7, atau meningkat dari bulan lalu sebesar 51,3.

Kemudian, konsumsi listrik meningkat 9,7% (yoy), terutama berasal dari aktivitas bisnis dan industri. Sementara itu, inflasi tercatat sebesar 4,69% (yoy) melambat dibandingkan bulan lalu 4,94%. Dibandingkan peers, kenaikan inflasi domestik masih moderat. Hal ini tak lepas dari peran APBN yang masih menjadi jangkar terjaganya kenaikan inflasi.

Untuk neraca perdagangan, melanjutkan tren surplus pada Agustus mencapai USD5,76 miliar. Sehingga, secara kumulatif surplus NP mencapai USD34,92 miliar. Ekspor dan impor pada Agustus 2022 juga mencatatkan capaian tertinggi dalam sejarah. Ekspor mencapai USD27,9 miliar atau tumbuh 30,15% (yoy), serta impor tumbuh 32,81% (yoy) didominasi impor bahan baku, barang modal, dan BBM.

Di sektor moneter dan keuangan, volatilitas global turut berdampak terhadap arus keluar di pasar SBN. Namun, pasar saham masih mencatatkan inflow (ytd), sejalan dengan pemulihan ekonomi yang cukup kuat. Lebih lanjut, dari segi kepemilikan SBN masih didominasi oleh perbankan dan BI, sementara porsi kepemilikan asing turun secara bertahap sejak akhir 2019 (38,57%) ke angka 14,70% per 22 September 2022.

Tren capital outflow di Emerging Market termasuk Indonesia masih menjadi perhatian dan perlu diwaspadai pengaruh normalisasi kebijakan moneter global pada peningkatan cost of fund. Lebih lanjut dikatakan, kerja keras APBN melalui belanja negara didukung oleh program pemulihan ekonomi dan upaya untuk menjaga dampak adanya ketidakpastian.

Realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) hingga Agustus 2022 mencapai Rp1.178,1 triliun (51,2% dari Pagu). Belanja K/L sebesar Rp575,8 triliun (60,9% dari Pagu), utamanya dimanfaatkan untuk penyaluran berbagai bansos dan program PEN ke masyarakat; pengadaan peralatan/mesin, jalan, jaringan, irigasi; belanja pegawai termasuk THR dan Gaji ke-13; dan kegiatan operasional K/L.

Sementara itu, realisasi belanja non-K/L mencapai Rp602,3 triliun (44,4% dari Pagu), utamanya didukung penyaluran subsidi, kompensasi BBM dan listrik, dan pembayaran pensiun (termasuk THR dan pensiun ke-13) serta jaminan kesehatan ASN. “APBN yang terlihat positif sampai akhir Agustus memberikan ruang bagi kita untuk bisa membayar subsidi kompensasi yang merupakan perlindungan sangat besar kepada masyarakat kita. Sehingga, ada anggaran yang lebih dari Rp600 triliun bagi rakyat Indonesia dalam berbagai bentuk,” tambah Menkeu.

Sedangkan alokasi dana PC-PEN 2022 terdiri dari penanganan kesehatan sebesar Rp122,54 triliun, perlindungan masyarakat sebesar Rp154,76 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi sebesar Rp178,32 triliun. Realisasi PC-PEN hingga 16 September 2022 mencapai Rp214,9 triliun atau 47,2% dari total alokasi sebesar Rp455,62 triliun, meliputi: a) Kesehatan Rp38,4 triliun; b) Perlinmas Rp100,0 triliun; dan c) Penguatan Pemulihan Ekonomi Rp76,4 triliun.

Penulis: Eri Sutrisno