Neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama 27 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang positif. Salah satu indikatornya terlihat dari kinerja neraca perdagangan periode Juli 2022 yang terus mencatatkan surplus sejak Mei 2020.
Laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD4,23 miliar pada Juli 2022. Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan capaian surplus pada Juni lalu sebesar USD5,09 miliar.
Kabar itu tentu sangat menggembirakan. Pasalnya, di tengah-tengah perekonomian global yang sedang tidak kondusif, termasuk terganggunya distribusi logistik, Indonesia tetap bisa mempertahankan surplus neraca perdagangan
Kinerja yang cukup baik itu tentu telah berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. “Jadi bila kita lihat tren ke belakang, neraca perdagangan kita ini surplus selama 27 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers pada Senin (15/8/2022).
Menurutnya, surplus di periode Juli 2022 itu berasal dari ekspor USD 25,57 miliar dan impor USD21,35 miliar. Dengan begitu, didapat surplus USD4,23 miliar.
Bila dibedah lebih jauh lagi, ekspor di periode itu naik 32,03 persen dibandingkan periode Juli 2021. Hal yang sama juga terjadi pada kinerja impor yang naik 1,64 persen dibandingkan periode Juni 2022, atau naik 39,86 persen dibandingkan Juli 2021.
“Untuk surplus neraca perdagangan, kenerja dagang Indonesia ini banyak ditopang oleh surplus komoditas nonmigas,” ujarnya.
Adapun surplus komoditas nonmigas sebesar USD7,31 miliar, kata Setianto, terutama karena komoditas bahan bakar mineral HS27, kemudian lemak dan minyak hewan atau nabati HS15, biji kerah, dan abu logam HS26.
“Sementara untuk migas, kita mengalami defisit sebesar USD3,08 miliar. Ini komoditasnya, antara lain, adalah minyak mentah dan hasil minyak,” kata Setianto.
Merespons kinerja neraca perdagangan periode Juli 2022, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengemukakan, bank sentral menilai surplus neraca perdagangan tersebut telah berkontribusi positif bagi ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas kebijakan terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal serta mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Yang jelas, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, kinerja neraca perdagangan yang surplus dan mencatat rekor 27 bulan secara beruntun patut diapresiasi. Sebelumnya, BPS juga melaporkan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia melebihi ekspektasi. Secara tahunan (year on year), ekonomi pada kuartal II-2022 tumbuh 5,44 persen.
Dari dua rapor tersebut, neraca perdagangan yang surplus dan pertumbuhan ekonomi tentu menjadi kado terbaik pada hari ulang tahun ke-77 Kemerdekaan RI. Artinya, di tengah persoalan yang dihadapi sejumlah negara, mulai dari inflasi hingga resesi, Indonesia masih mampu bangkit dari krisis multidimensi, bahkan mencatat kinerja ekonomi yang positif.
Tentu untuk mencapai semua itu tidak seperti membalikkan telapak tangan. Pemerintah senantiasa bekerja keras mengatasi persoalan bangsa, bahkan sejak sebelum wabah melanda negeri. Dan saat krisis kesehatan melanda dunia, sejumlah langkah pemerintah mengatasi krisis di dalam negeri pun patut diapresiasi.
Percepatan vaksinasi Covid-19 bagi seluruh lapisan masyarakat menciptakan telah kekebalan komunal hingga akhirnya aktivitas ekonomi kembali bisa berjalan normal. Meski, tetap harus menaati protokol kesehatan.
Mesin-mesin produksi pun mulai dinyalakan untuk memenuhi permintaan masyarakat. Sehingga ekonomi mampu bertumbuh di tengah pagebluk ini.
Tren pembalikan arah bahkan mulai terlihat seiring dengan resesi yang dihadapi sejumlah negara akibat perang Rusia-Ukraina dan menegangnya hubungan negara di kawasan, yakni antara Tiongkok dan Taiwan maupun Jepang.
Perang Rusia-Ukraina menciptakan krisis pangan hingga energi. Negara-negara yang tidak memiliki cadangan minyak dan memproduksi pangan, harus membukukan rapor kinerja ekonomi yang negatif.
Indonesia beruntung. Sebagai penghasil komoditas utama, seperti minyak sawit hingga batu bara, negara ini memetik surplus dari ekspor tersebut. Kinerja ekonomi yang cukup bagus itu patut untuk terus dipertahankan. Bangsa ini wajib terus memompa semangatnya bahwa negara mampu dan cukup kuat melewati badai yang menerjang.
Mengutip pernyataan Presiden Jokowi ketika membacakan pidato RAPBN 2023 dan Nota Keuangan di DPR/MPR belum lama ini, bangsa ini harus mampu meredam keraguan, membangkitkan optimisme, dan mengejar target pembangunan, namun tetap dengan kewaspadaan yang tinggi. (Firman Hidranto)