Menyiapkan Industri Elektronika yang Berdaya Saing

Menyiapkan Industri Elektronika yang Berdaya Saing

Industri elektronika termasuk salah satu sektor unggulan. Oleh pemerintah, sektor itu dimasukkan dalam program Making Indonesia 4.0, bersama enam sektor industri prioritas lainnya.

Selain industri elektronika, yang juga termasuk program unggulan adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, alat kesehatan, farmasi, serta kimia. Serupa dengan enam sektor industri lainnya, elektronika menjadi prioritas lantaran dianggap memberi sumbangan besar terhadap pertumbuhan industri nasional, terutama dari golongan manufaktur dan nonmigas.

Di dalam penggolongan yang dilakukan Kementerian Perindustrian, sektor industri elektronik termasuk golongan industri barang logam, mesin, alat transportasi dan elektronika (ilmate), yang memberikan kontribusi besar bagi produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas.

Indikator itu terlihat dari pertumbuhan sektor ilmate yang sepanjang kuartal II-2022 tercatat memberikan sumbangan sebesar 6,65 persen terhadap PDB. Artinya, pertumbuhan sektor itu tercatat di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Kian kompetitifnya produk elektronika Indonesia, baik di pasar domestik maupun pasar global, memberi keyakinan bagi investor baru untuk masuk ke Indonesia dan menanamkan modal. Salah satunya, seperti yang dilakukan Daikin, melalui PT Daikin Industries Indonesia.

Produsen elektronika asal Jepang itu berani membenamkan investasinya dengan membangun pabrik AC di kawasan industri yang terletak di Bekasi dengan nilai Rp3,3 triliun. Pabrik baru itu memiliki kapasitas produksi sebesar 1,5 juta unit per tahun.

Melalui investasi tersebut, diperkirakan Daikin mampu menyerap tenaga kerja sebesar 1.600–2.500 orang. Terkait langkah ekonomi itu, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut gembira.

“Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar untuk produk AC, baik untuk rumah tangga maupun AC komersial. Langkah mereka melakukan investasi merupakan langkah yang tepat. Investasi yang dilakukan mereka bisa untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor,” ujarnya.

Harus diakui, dengan keunggulan berupa populasi penduduk yang besar, Indonesia memiliki kekuatan sebagai pasar produk jadi elektronika. Begitu pula dengan keunggulan berupa sumber daya alam dalam pembuatan produk elektronik.

Oleh karena itu, demi mendukung pengembangan industri elektronik, pemerintah berencana menyusun roadmap industri elektronik Indonesia, membangun elektronik industrial park, mengembangkan sumber daya manusia dengan keterampilan tinggi, serta kegiatan riset dan pengembangan di bidang elektronik.

 

Kontribusi Sektor Ilmate

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin Taufiek Bawazier menilai, subsektor elektronika telah mampu menjaga dan berkontribusi bagi subsektor industri logam, mesin, alat dan elektronika (ilmate).

Mengutip data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor elektronika menyumbang ekspor sebesar USD4,17 miliar pada periode Januari–Juni 2022. Sementara itu, potret makronya, tak dipungkiri bahwa sektor ilmate berperan penting pada pembentukan PDB nasional.

Bila dibedah lebih jauh lagi, kontribusi masing-masing subsektor adalah subsektor industri logam dasar yang memberikan kontribusi 21,7 persen. Berikutnya, industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik (36,1 persen), industri mesin dan perlengkapan lainnya (7,1 persen), serta industri alat angkutan (35,1 persen).

Dirjen Ilmate Kemenperin Taufiek Bawazier menambahkan, kinerja ekspor dari sektor ilmate masih menjadi primadona di tengah situasi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Indikator itu tergambarkan dari data Kemenperin terhadap sektor ilmate.

Pada triwulan I-2021, nilai ekspor ilmate mampu menyumbang USD21,4 miliar, naik 27 persen dibandingkan periode sebelumnya sebesar USD9,7 miliar. Bila dilihat dari sisi nilai investasi, subsektor itu menyumbang nilai investasi Rp40,361 triliun selama triwulan I-2021.

Demi memberikan kemampuan agar subsektor itu tetap menjadi motor penggerak sektor manufaktur, Kementerian Perindustrian sudah menyiapkan jurus substitusi impor 35 persen pada 2022. Di mana, langkah itu dijalankan secara simultan dengan cara meningkatkan utilisasi produksi, mendorong pendalaman struktur industri, dan peningkatan investasi.

“Kami memiliki target untuk menurunkan impor sebesar Rp37,28 triliun hingga 2022, dari total 106 nomor HS (komoditas) mulai dari logam, kendaraan bermotor, sepeda, peralatan elektronika, hingga alat kesehatan,” bebernya.

Dari gambaran di atas harus diakui bahwa memang subsektor industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika (ilmate) menjadi salah satu industri unggulan sektor industri manufaktur Indonesia. Harapannya ke depan bersama pelaku usaha di subsektor itu dapat bisa terus memperkuat dan memperdalam struktur manufakturnya. Termasuk pengurangan bahan baku impornya melalui kebijakan substitusi impor dan pengoptimalan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). (Firman Hidranto)