Menjaga Asa Sektor Manufaktur Tetap Melaju

Menjaga Asa Sektor Manufaktur Tetap Melaju

Stabilnya PMI Manufaktur Indonesia menjadi indikator keberhasilan pemulihan ekonomi dari hantaman pandemi.

Kondisi sektor manufaktur tanah air terus membaik dalam 12 bulan terakhir. Indikatornya tampak dari laporan indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Agustus 2022, yang dikeluarkan lembaga S&P Global belum lama ini.

Menurut laporan lembaga itu, PMI Manufaktur Indonesia tercatat mencapai 51,7, menguat dari angka 51,3 di bulan sebelumnya. Posisi nilai sebesar itu mengindikasikan sektor manufaktur Indonesia tetap dalam posisi ekspansif.

Bila PMI Manufaktur Indonesia terus menunjukkan peningkatan, sebaliknya indeks PMI di sejumlah negara-negara Asia lainnya. Seperti, Korea Selatan yang tercatat mengalami kontraksi di posisi 47,6 dari sebelumnya di 49,8 pada Juli 2022. Lalu Jepang yang tetap ekspansif meski indeksnya turun dari semula 52,1 pada Juli 2022 menjadi 51,5 di Agustus 2022.

Berkaitan dengan menguatnya PMI manufaktur Indonesia, S&P Global—sebuah lembaga pemeringkat skala global berkedudukan di New York, AS—menganalis, telah terjadi perbaikan yang cukup kuat di sektor manufaktur dalam empat bulan terakhir.

Penguatan juga didukung, menurut lembaga itu, dengan produksi yang naik selama tiga bulan berturut-turut dan menjadi gabungan tercepat dalam tujuh bulan. Tidak itu saja, faktor menguatnya sektor itu juga didukung oleh peningkatan permintaan dan ekspansi pesanan baru pada laju tercepat dalam enam bulan.

Laporan menyebutkan, keseluruhan sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia tetap bertahan positif di tengah harapan akan pemulihan berkelanjutan pada permintaan. Kinerja sektor manufaktur yang tetap melaju di tengah-tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian global sepanjang tahun ini tentu sangat disyukuri oleh Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita.

Sebagai pengampu di sektor itu, Agus Gumiwang menilai, peningkatan indeks PMI Manufaktur didorong oleh kenaikan penjualan dari permintaan domestik. “Hal ini sebagai tanda bahwa upaya pemulihan ekonomi dari hantaman pandemi telah menunjukkan dampaknya,” ujarnya, Kamis (1/9/2022).

Di sisi lain, merangkaknya inflasi ternyata tak mengurangi laju sektor manufaktur. Menurut S&P Global, harga input ternyata tetap naik meski output lebih rendah.

Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi tahun berjalan dari Januari hingga Agustus 2022 mencapai 3,63 persen. Sedangkan inflasi tahunan di level 4,69 persen, setelah pada Agustus lalu terjadi deflasi.

Laporan S&P Global juga menjelaskan, kenaikan indeks PMI Manufaktur Indonesia juga turut andil mendorong peningkatan penciptaan lapangan kerja pada Agustus. Menyusul adanya kenaikan volume pekerjaan baru.

 

Kinerja Tetap Konstan

Faktor penyebab membaiknya sektor manufaktur juga terlihat dari konsistensi kinerja sektor manufaktur sepanjang 2022. Indikator itu bisa terlihat dari data S&P Global berkaitan dengan kinerja PMI Manufaktur Indonesia. Pada Januari 2022, misalnya, PMI Manufaktur Indonesia tercatat 53,7, berikutnya Februasi (51,3), Maret (51,3), April (51,9), Mei (50,8), Juni (50,2), Juli (51,3), dan Agustus (51,7).

Ekonom S&P Global Market Intelligence Laura Denman menyebutkan, pertumbuhan yang lebih jelas pada output dan total pemintaan baru menunjukkan kesehatan ekonomi di masa mendatang. Ini sesuai dengan pernyataan sejumlah pelaku usaha menyebutkan kondisi permintaan yang lebih kuat.

Oleh karena itu, Denman berharap, tekanan harga akibat inflasi juga terus berkurang karena dampak Covid-19 yang terus menurun. Namun begitu, kepercayaan bisnis secara keseluruhan menurun dari posisi bulan Juli.

Meski PMI Manufaktur Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang terus melaju, Menperin Agus Gumiwang tetap mengingatkan pelaku usaha agar antisipasi kondisi geopolitik Rusia-Ukraina yang memicu persoalan krisis pangan dan krisis energi. Dua hal ini berpengaruh terhadap pasokan komoditas bagi sektor manufaktur.

“Sektor industri manufaktur terus mengalami peningkatan investasi. Saya optimis tren ini akan berlanjut hingga akhir tahun. Karena itu kami upayakan agar hambatan-hambatan investasi yang ada bisa kami atasi,” ujar Menperin.

Selanjutnya, Kemenperin juga bertekad untuk terus memacu konsumsi domestik dengan memastikan produk-produk industri dalam negeri diserap sebesar-besarnya, salah satunya dengan belanja pemerintah melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

“Saya berpesan kepada para pelaku industri untuk terus meningkatkan kapasitas dan utilisasinya, membuat penyesuaian-penyesuaian, dan memastikan perusahaan industri mengambil manfaat dari kebijakan ini,” ujar Menperin.

Dari gambaran di atas, kebijakan yang diambil pemerintah yang berencana memacu konsumsi, termasuk memacu belanja pemerintah merupakan langkah yang tepat.

Di sisi lain, adanya kenaikan harga BBM juga berpotensi pelaku sektor manufaktur wait and see sembari melakukan penyesuaian dengan melihat faktor beban biaya produksi.

Namun, pelaku usaha di sektor itu diprediksi tetap percaya diri untuk terus menggenjot produksinya berkaca dari indikator PMI Manufaktur Indonesia tersebut. (Firman Hidranto)