Industri pangan berperan penting guna mencapai sasaran pertumbuhan industri manufaktur nasional.
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Dalam konteks ini, pemerintah sebagai penanggung jawab ketersediaan pangan memiliki kewajiban untuk memenuhinya.
Hal itu sesuai amanat UU nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, yang menyebutkan bahwa pemerintah wajib mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, serta bergizi seimbang, baik di tataran nasional, daerah, maupun perorangan.
Lantaran itulah, wajar bila industri pangan pun menjadi salah satu motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional. Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), belum lama ini, disebutkan bahwa industri pangan berkontribusi 3,68 persen selama kuartal II-2022. Artinya, sektor itu turut mendongkrak pertumbuhan sektor manufaktur yang kini menjadi tumpuan pertumbuhan perekonomian nasional.
Dikemukakan BPS, lapangan usaha industri manufaktur selama kuartal II tercatat tumbuh 4,01 persen year on year (yoy). Besarnya kontribusi industri pangan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan hingga 3,68 persen, diakui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. “Industri pangan berperan penting guna mencapai sasaran pertumbuhan industri manufaktur nasional,” ujar Agus di Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Data Kemenperin menyebutkan, subsektor industri pangan menyokong sebesar 38,38 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas pada triwulan II-2022. Selain itu, subsektor industri pangan turut andil besar pada capaian nilai ekspor nasional, dengan menembus angka USD21,35 miliar.
“Data itu menunjukkan kinerja sektor industri pangan sudah cukup baik, yang juga telah mampu memberikan surplus neraca perdagangan sebesar USD12,95 miliar,” ungkapnya.
Pertanyaannya, subsektor apa saja yang masuk kategori industri pangan? Lima komoditas ekspor dari industri pangan Indonesia adalah minyak kelapa sawit, bungkil sawit, margarin, minyak kelapa, dan udang beku.
Tidak hanya berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, subsektor itu juga berkontribusi besar terhadap investasi industri nonmigas pada triwulan II-2022. Investasi industri pangan tercatat mencapai Rp22,42 triliun.
“Peningkatan kinerja industri, khususnya pada subsektor pangan, patut kita syukuri dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi, dengan tetap waspada di tengah ancaman krisis pangan dunia,” ujar Agus Gumiwang.
Bila dibedah lebih lanjut, pelaku usaha yang melakukan investasi industri pangan meliputi industri roti, tepung dan kelapa sawit. Selain itu, merujuk data Kemenperin, serapan tenaga kerja industri pangan cukup besar, yakni mencapai 5,21 juta orang, atau berkontribusi 20,87% dari total tenaga kerja sektor industri pengolahan nonmigas yang mencapai 18,64 juta orang.
Subsektor indutri pangan tidak hanya terdiri dari pelaku industri berskala besar. Sumbangan industri kecil menengah (IKM) bagi subsektor itu juga cukup besar. Subsektor IKM industri pangan kini mencapai 1,68 juta unit usaha yang memberikan kontribusi sebesar 1,33 persen terhadap PDB nasional pada triwulan II-2022.
“Semua provinsi di Indonesia memiliki sentra IKM pangan, dengan jumlah keseluruhan mencapai 4.107 sentra IKM dengan total 155.605 unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak 431.830 orang,” tutur Agus.
Untuk pengembangan dan peningkatan daya saing IKM pangan, Kemenperin telah menjalankan berbagai program melalui pendekatan sentra IKM. Diketahui, ada kesamaan yang dimiliki pelaku IKM, yakni memiliki kesamaan untuk kebutuhan bahan baku, karakteristik proses produksi, dan kebutuhan sumber daya manusia.
Oleh karena itulah, Agus Gumiwang mengemukakan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melakukan intervensi yang memberi dampak lebih signifikan pada para pelaku IKM, yang terhubung dengan sentra IKM tersebut. “Seperti, memberikan bantuan di bidang promosi pemasaran atau permodalan,” paparnya.
Kemenperin juga melakukan dukungan teknis pengembangan sentra IKM, melalui upaya pemanfaatan teknologi untuk kesiapan bahan baku, branding hilirisasi produk, manajemen usaha IKM, sistem mutu, teknis produksi, kemasan dan traceability termasuk dukungan industri 4.0 di sentra IKM. “Kami juga memfasilitasi perluasan akses pasar melalui link and match,” tandasnya.
Kerja Sama Stakeholder
Agar industri pangan, termasuk pelaku kelas IKM, terus berkembang dan berdaya saing, perlu adanya kerja semua pemangku kepentingan di sektor itu, termasuk pemerintah. “Perlu ada sinergi dengan lembaga litbang, perguruan tinggi, asosiasi industri dan para pemangku kepentingan lainnya. Tujuannya, untuk meningkatkan keberhasilan dari jaminan mutu produk dan akses pasar.”
Secara khusus, pada tahun ini, beberapa program kegiatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA), demi pengembangan sentra IKM berbasis bahan pangan lokal. Di antaranya, melakukan peningkatan nilai tambah komoditas bahan pangan lokal pada sentra penghasil.
Menurut Dirjen IKMA Kemenperin Reni Yanita, wujud peningkatan nilai tambah itu berupa pemberian pendampingan dan sertifikasi terhadap penghasil tepung mocaf dan tepung porang, misalnya. Ada pula pendampingan teknis dan bisnis dari tenaga ahli, pengembangan jaringan (bahan baku dan pasar), serta sertifikasi sistem keamanan pangan terhadap delapan IKM.
“Kami juga melakukan promosi dalam rangka peningkatan pasar melalui pameran dalam negeri, market place local dan global. Tidak itu saja, kami juga mendorong peningkatan teknologi dan kapasitas produksi melalui program restrukturisasi mesin dan peralatan, serta kemitraan IKM pangan binaan bekerja sama dengan hotel, restoran, dan kafe (horeka),” ujar Reni Yanita. (Firman Hidranto)