Kinerja neraca perdagangan mencetak nilai surplus, naik 36,49 persen dibandingkan bulan lalu, yang hanya USD4,22 miliar.
Komitmen pemerintah untuk terus mendorong penghiliran agar mendapatkan nilai tambah yang lebih besar bagi negeri ini, nilai pemasukan ke negara, dan tersedianya lapangan kerja mulai menunjukkan hasil. Indikator itu terlihat dari kinerja neraca perdagangan.
Sepanjang Agustus 2022, nilai ekspor di periode itu tercatat sebesar USD27,91 miliar, melesat 30,15 persen secara year on year (yoy). Menurut data yang dikumpulkan Indonesia.go.id, pencapaian kinerja ekspor di periode Agustus 2022 tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Ekspor tertinggi sebelumnya terjadi pada April 2022 yang mencapai USD27,3 miliar. Di sisi lain, impor tercatat mencapai USD22,15 miliar sehingga tercatat surplus USD5,76 miliar.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga menambahkan nilai surplus dari kinerja neraca perdagangan itu naik 36,49 persen dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya yang hanya USD4,22 miliar, sekaligus melanjutkan tren surplus neraca perdagangan selama 28 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Berkaitan dengan laporan itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers, Kamis (15/9/2022), menyebutkan bahwa peningkatan ekspor terjadi pada sisi minyak dan gas bumi yang mencapai 64,4 persen menjadi USD1,72 miliar dan dari sisi nonmigas pertumbuhannya mencapai 28,3 persen menjadi USD26,1 miliar.
Berdasarkan data BPS, kinerja sektor nonmigas terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Indikator itu tergambar dari sumbangannya terhadap total ekspor sepanjang Agustus 2022 yang mencapai 93,84 persen.
BPS juga melaporkan porsi kinerja ekspor ditunjang oleh sektor pertanian sebesar 0,45 persen, pertambangan (5,95 persen), dan industri (19,79 persen). Bahkan bila dibedah lebih jauh, sumbangan kinerja ekspor terbesar adalah dari subsektor lemak dan minyak hewan/nabati atau CPO. Dengan sumbangan pertumbuhan, mencapai 904,7 persen dibandingkan periode Juli 2022.
Berikutnya, komoditas besi dan baja 284,8 persen, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya 253,0 persen, kendaraan dan bagiannya 106,8 persen, serta nikel dan barang turunannya 98,7 persen. Mulai menggeliatnya komoditas produk penghiliran juga tergambarkan dari kinerja sepanjang Januari–Agustus 2022, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sumbangan industri pengolahan terhadap kinerja ekspor terlihat dari nilainya yang mencapai USD139,23 miliar, atau tumbuh 24,03 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021. Berikutnya, produk tambang dan lainnya memberikan kontribusi senilai USD41,46 miliar atau tumbuh 97,42 persen dibandingkan periode yang sama di 2021.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan nilai USD3,05 miliar atau tumbuh 17,14 persen. Sementara itu, sektor migas juga memberikan sumbangan yang besar, yakni mencapai USD10,87 miliar atau naik 38,58 persen dibandingkan periode yang sama di 2021.
BPS juga melaporkan, impor Indonesia mencapai USD22,15 miliar pada Agustus 2022. Nilai impor tersebut menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Rekor tertinggi sebelumnya dibukukan pada Maret 2022, sebesar USD21,9 miliar. “Nilai impor Indonesia Agustus 2022 mencapai USD22,15 miliar, naik 3,77 persen dibandingkan Juli 2022 atau naik 32,81 persen dibandingkan Agustus 2021,” tambah Setianto.
Impor terbesar berasal dari komoditas nonmigas dengan besaran USD18,45 miliar dengan pertumbuhan 26,11 persen yoy. Sementara itu, migas mencapai USD3,70 miliar atau tumbuh 80,63%. “Dan, peningkatan impor golongan barang nonmigas terbesar Agustus 2022 dibandingkan Juli 2022 adalah mesin/peralatan mekanis dan bagiannya USD357,2 juta (13,63 persen),” papar Setiono.
Selain itu, ada impor mesin dan peralatan elektrik yang mencapai USD232,3 serta bahan bakar mineral yang naik menjadi USD206,4 triliun. Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar Januari–Agustus 2022 adalah Tiongkok USD44,59 miliar (33,77 persen), Jepang USD11,35 miliar (8,60 persen), dan Thailand USD7,68 miliar (5,82 persen).
Menurut golongan penggunaan barang, BPS mencatat nilai impor Januari–Agustus 2022 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada barang konsumsi USD696,1 juta (5,65 persen), bahan baku/penolong USD30.533,0 juta (32,82 persen), dan barang modal USD5.467,0 juta (30,97 persen).
Impor Bahan Baku
Bila dilihat strukturnya, impor bahan baku menyumbang 75,65 persen dari total impor Agustus. Artinya, dari gambaran di atas, Indonesia telah berada di jalur yang benar dengan terus menggenjot penghiliran demi menjadikannya sebagai negara industri.
Menurut beberapa kalangan, sejumlah insentif fiskal yang dikeluarkan pemerintah terbukti manjur mencegah penurunan kinerja ekspor di tengah tren penurunan harga komoditas unggulan di pasar global. Insentif yang paling berdampak berupa pengenaan pungutan ekspor sebesar nol rupiah terhadap minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya. Kebijakan itu menjadi booster peningkatan aktivitas ekspor komoditas.
Setianto mengatakan, potensi lonjakan ekspor masih terbuka lebar ditilik dari tiga komoditas unggulan ekspor, yaitu besi baja, CPO, dan batu bara. Menurutnya, CPO menjadi komoditas yang mengalami peningkatan ekspor tertinggi pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya.
Volume ekspor CPO terus mengalami peningkatan setelah larangan ekspor komoditas itu diakhiri pada Mei 2022. Pada Juni 2022, Indonesia berhasil mengekspor sebanyak 1,76 juta ton. Sebulan berikutnya volume ekspornya menjadi 2,16 juta ton, sedangkan pada Agustus 2022 mencapai 3,6 juta ton.
Harga CPO pada Agustus 2022 mengalami penurunan yang sangat tajam dibandingkan dengan Agustus 2021, dari USD1.142 per metrik ton menjadi USD1.026 per metrik ton. Dia juga memprediksi, kinerja ekspor CPO tetap moncer setelah pembebasan biaya pungutan ekspor CPO dan turunannya diperpanjang hingga 31 Oktober 2022.
“Kinerja ekspor komoditas unggulan minyak kelapa sawit masih tumbuh karena peningkatan volume ekspor di tengah penurunan harga di pasar global,” tambahnya.
Sejak pembebasan tarif pungutan ekspor CPO, biaya yang ditanggung pelaku usaha berkurang USD200 per ton sehingga mampu meningkatkan ekspor sesuai ekspektasi pemerintah. Setianto mencatat, nilai ekspor CPO pada Agustus 2022 mencapai USD3,7 miliar dibandingkan dengan sebelum pemerintah memberikan fasilitas tersebut.
Berkaitan dengan rencana perpanjangan pembebasan tarif pungutan ekspor CPO, Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono belum mau mengungkap potensi perpanjangan lagi masa pembebasan pungutan ekspor CPO dan turunan yang akan berakhir pada 31 Oktober 2022. Namun dia menegaskan, pemerintah siap menggunakan kebijakan sebelumnya, yaitu tarif pajak progresif jika tidak lagi berlaku insentif pungutan ekspor gratis CPO mulai 1 November 2022.
Tak dipungkiri, ada pengaruh baik dari adanya pembebasan PE USD200 per ton dalam mendorong pengosongan tangki CPO sehingga mengerek volume ekspor dan harga TBS petani. Pemerintah sendiri telah memperpanjang pembebasan PE CPO dan turunannya hingga akhir Oktober 2022, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 115/2022 tentang Perubahan atas PMK nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kemenkeu.
Keputusan perpanjangan tersebut bertujuan meningkatkan ekspor sesuai ekspektasi pemerintah agar pengusaha tak terbebani tarif pungutan ekspor. Harapannya, kinerja moncer sejumlah komoditas akan mendorong subsektor komoditas lainnya lebih baik lagi sehingga mendorong ekonomi Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Penulis: Firman Hidranto