Bibit Kopi Unggul Mengalir dari Garut

Bibit Kopi Unggul Mengalir dari Garut

Sekitar 70 persen kopi Indonesia yang diekspor masih pada grade sedang hingga rendah. Pemerintah menyiapkan bibit kopi unggul Arabika dan Robusta untuk mengerek pamor kopi Indonesia.

Kopi yang berkualitas dipetik dari bibit pohon yang subur dan sehat. Pohon yang baik tumbuh dari bibit yang berkualitas. Fatsun itu yang dipedomani oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Maka dalam mengembangkan perkebunan kopi nasional, strateginya dimulai dengan bibit kopi yang bermutu.

Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dipilihnya menjadi salah satu tempat pembibitan (nursery) bagi perkebunan kopi. Hari Minggu (28/8/2022) pagi, Mentan Syahrul Yasin Limpo yang biasa disapa SYL itu terlihat bersama-sama Bupati Garut Rudy Gunawan meninjau tempat pembibitan itu di Desa Cikandang.

Pada satu rumah kaca yang luas, puluhan ribu bibit kopi terhampar, tumbuh dalam polybag hitam. Tingginya antara 20–40 cm. Ada jenis Robusta dan Arabika yang semuanya tumbuh sehat. Sebagai salah satu sentra kopi di Jawa Barat, Garut memiliki banyak tenaga terampil penangkar bibit kopi yang bisa memasok semaian untuk kebutuhan bibit di rumah kaca nursery tersebut.

Produksi bibit kopi telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu di Kabupaten Garut. Pada tiga bulan pertama 2022, penangkaran kopi di sejumlah rumah kaca Desa Cikandang itu bisa menghasilkan hampir 500 ribu bibit. Targetnya 3 juta batang di sepanjang 2022 ini. Dinas Pertanian Garut sendiri telah menyiapkan tempat penangkaran di tiga kecamatan yang lain untuk memenuhi pesanan dari Kementerian Pertanian RI yang jumlahnya jutaan.

‘’Dalam lima bulan ke depan, saya minta Garut dapat menyiapkan 10 juta bibit kopi. Bibit kopi dari Garut ini akan kami sebarkan untuk ditanam di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Mentan SYL, seraya melempar senyuman ke Bupati Rudy Gunawan. Tantangan diterima. Bupati Garut itu mengangkat kedua tangannya sambul mengacungkan kedua jempolnya. Semua tersenyum.

Pengembangan kopi memberi prospek cerah. Permintaan kopi di pasar dunia, menurut Bloomberg, tumbuh rata-rata 3 persen per tahun. Pasar domestik pun semakin ramai. Bila di tahun 2000, konsumsi per kapita penduduk Indonesia hanya sekitar 0,5 kg, pada 2020 konsumsinya naik ke level 1,2 kg. Masih jauh dibandingkan orang Eropa yang konsumsi kopi per kapitanya mencapai 4,5–5 kg per tahun.

Menyongsong situasi pasar yang cerah itu, pelaku usaha kebun kopi harus berbenah. Di Indonesia, dari 1,26 juta hektare tanaman kopi yang ada, 98 persennya adalah kebun rakyat. Perkebunan besar swasta dan BUMN hanya berkontribusi 2 persen. Produksi kopi nasional, dalam catatan Kementan, sebanyak 775 ribu ton pada 2021. Namun, sebagian produksinya di pasar ekspor masih dinilai bermutu kurang baik. Aroma dan rasanya masih dianggap kurang nendang.

Produktivitas kebun kopi Indonesia secara rata-rata nasional sebanyak 817 kg per ha per tahun. Masih jauh di bawah kebun kopi Vietnam yang produktivitasnya mencapai 2,3 ton/hektare per tahun, atau Brazil yang 1,3 ton/hektare per tahun. Sebagian kebun kopi di Indonesia dalam keadaan rusak atau kurang terawat.

‘’Dari 1,26 juta hektare perkebunan kopi itu, ada tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 188,91 ribu hektare dan tanaman menghasilkan (TM) atau produktif seluas 947,92 ribu hektare. Adapun luas areal tanaman tidak menghasilkan atau tanaman rusak (TTM/TR) mencapai 122,16 ribu hektare,’’ ujar Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Mentan SYL pun bertekad untuk meningkatkan jumlah dan mutu kopi Indonesia. Maka, bibit kopi yang sehat dan berkualitas diperlukan, baik untuk membangun kebun baru maupun untuk menggantikan tanaman yang rusak, tidak terawat atau yang terlalu tua. ‘’Selain menyediakan bibit, pemerintah juga mendukung pengembangan kopi melalui kredit usaha rakyat atau KUR,” ujar SYL pula. Bibit kopi Garut dipilih dari tetua yang terjamin kualitasnya.

Jumlah 10 juta batang bibit kopi tentu masih sangat kurang untuk mengerek kembali pamor kopi Indonesia di pasar global. Dengan rata-rata 1.500 batang per hektare, 10 juta bibit itu hanya untuk merahabilitasi kebun tua sekitar 6.500 hektare. Padahal, kebun rusak dan tak terawat yang harus direhabilitasi luasnya lebih dari 122 ribu ha. Maka, Kementan pun membangun pula nursery kopi itu di 10 sentra kopi yang lain seperti di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan NTT.

Dari produksi kopi nasional yang 774 ribu ton itu, sekitar separohnya yakni 384,5 ribu ton, diserap untuk pasar ekspor. Nilai ekspornya sekitar USD850 juta atau sekitar Rp12,5 triliun di 2021. Saat ini, Indonesia adalah negara produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil (2,7 juta ton), Vietnam (1,6 juta ton) dan Colombia 800 ribu ton. Secara domestik, kopi itu penyumbang devisa terbesar kelima di sektor perkebunan, setelah kelapa sawit, karet, kakao ,dan kelapa.

Bukan hanya dari sisi volume, ekspor kopi Indonesia kalah dari Brazil dan Vietnam. Dari sisi kualitas pun masih tertinggal. Hanya 30 persen kopi ekspor Indonesia yang tergolong dalam kualitas prima, yakni masuk grade I atau II. Yang 70 persen lainnya ialah grade sedang (III dan IV), bahkan sebagian lagi masuk kelompok kualitas rendah yakni grade V dan VI. Maka, Mentan pun bertekad untuk memperbaiki kualitas kopi Indonesia itu dengan peningkatan mutu bibit. Tentu, hasilnya baru bisa dirasakah setelah tiga atau empat tahun ke depan.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut Beni Yoga menyatakan kesanggupannya memenuhi order 10 juta batang bibit kopi unggul dari Menteri Pertanian. Ia sudah menyiapkan kebun nursery di tiga tempat lain di luar yang ada di Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Ketiganya masing-masing ada di Kecamatan Cisurupan, Bayongbong, dan Samarang.

‘’Selama ini kami baru bisa memasok 2 juta bibit. Tapi kami siap mengirim 10 juta bibit sampai lima bulan ke depan. Lahan pembibitannya ada,’’ kata Beni Yoga. Tenaga terampil untuk memproduksi bibit kopi tersedia di Garut. ‘’Untuk memproduksi 10 juta bibit itu kami hanya perlu sekitar 5 hektare lahan pembibitan,’’ kata Beni Yoga. (Putut Trihusodo)