Indonesia Menyuarakan Penggunaan Energi Bersih dari Elmau

Indonesia Menyuarakan Penggunaan Energi Bersih dari Elmau
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Elmau, Jerman, Senin (27/6/2022).

JERMAN – Presiden Joko Widodo mengajak sejumlah negara maju melakukan investasi demi menciptakan ketersediaan energi bersih di Indonesia.

Presiden Joko Widodo baru saja menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Schloss, Elmau, Jerman, Senin (27/6/2022) bersama kepala pemerintahan dari negara mitra lainnya.

G7 sendiri merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari tujuh negara maju yang terdiri dari Amerika Serikat, Jerman, Italia, Jepang, Kanada, Inggris, dan Prancis. Kelompok G7 hanya mewakili sepuluh persen populasi dunia, namun kelompok negara kaya ini menguasai 45 persen perekonomian global.

Oleh karenanya, sering muncul sinisme yang menyebutnya sebagai kolompok elite dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, G7 mulai mengundang wakil-wakil negara berkembang untuk hadir dan bersuara.

Untuk KTT G7 tahun ini, Jerman sebagai tuan rumah juga mengundang Senegal, Argentina, Afrika Selatan, India, dan Indonesia sebagai negara mitra dalam pertemuan kali ini. Kebetulan Indonesia juga tahun ini juga menjabat sebagai Presiden G20 yang puncaknya akan berlangsung pada November mendatang.

Di sesi working lunch dengan topik perubahan iklim, energi, dan kesehatan KTT kelompok Negara industry (G7) di Schloss Elmau, Jerman, Kepala Negara mengajak sejumlah negara maju melakukan investasi untuk menciptakan ketersediaan energi bersih di Indonesia.

Langkah Presiden Jokowi yang menyuarakan masalah Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di KTT G7 sudah sangat tepat, karena Indonesia membutuhkan dana yang besar bagi ketersediaan energi bersih nasional.

Di sisi lain, pengembangan energi baru terbarukan yang sudah menjadi bagian dari komitmen global. “Kami mengajak negara-negara maju untuk memanfaatkan peluang investasi di sektor energi bersih di Indonesia, termasuk pengembangan ekosistem mobil listrik dan baterai litium,” katanya, dalam keterangan resminya, Senin (27/6/2022).

Tidak hanya berhenti menyuarakan soal investasi EBT di forum KTT G7, Presiden Jokowi juga melakukan pembicaraan dengan sejumlah kepala pemerintahan untuk mengajak mereka berinvestasi di Indonesia. Sebagai informasi, kebutuhan pendanaan untuk mengembangkan EBT di dalam negeri memang cukup besar, agar bisa mencapai target netral karbon pada 2060.

Kepala Negara menjelaskan, potensi Indonesia sebagai kontributor energi bersih, baik di dalam perut bumi, di darat, maupun di laut sangat besar. Indonesia, lanjutnya, membutuhkan investasi besar dan teknologi rendah karbon untuk mendukung transisi menuju energi bersih yang cepat dan efektif.

“Indonesia membutuhkan setidaknya USD25 miliar–USD30 miliar untuk transisi energi delapan tahun ke depan. Transisi ini bisa kita optimalkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi, membuka peluang bisnis, dan membuka lapangan kerja baru,” jelas Presiden Joko Widodo.

Presiden Jokowi menambahkan, di Indonesia dan juga di negara-negara berkembang lainnya, risiko perubahan iklim sangat nyata. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan dengan 17.000 pulau.

Kepala Negara menilai, risikonya bukan hanya mengganggu kesehatan, tetapi juga membuat petani dan nelayan dalam kesulitan. “Dukungan semua negara G7 di Presidensi Indonesia di G20 sangat kami harapkan. Sampai bertemu di Bali. Terima kasih,” jelas Presiden Jokowi.

Tidak hanya di forum resmi KTT, ajakan investasi itu dilontarkan Kepala Negara. Ketika mengadakan pertemuan secara bilateral dengan pemimpin negara, seperti kanselir Jerman Olaf Scholz dan PM Inggris Boris Johnson, ajakan itu juga dilontarkan.

Di pertemuan dengan kanselir Jerman, Presiden Jokowi berharap Jerman bisa menjadi mitra dalam mengolah potensi 474 Giga Watt sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia. Apalagi, Jerman sebagai salah satu negara kaya di belahan Eropa memiliki program yang bernama green infrastructure initiative. Melalui program itu, negara itu berkomitmen untuk mengucurkan pendanaan sebesar 2,5 miliar euro selama lima tahun.

Demikian pula ketika melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Kedua negara, yakni Indonesia dan Inggris, bersepakat memperkuat kerja sama di bidang EBT.

Meskipun pemerintah sudah memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan, realisasi investasi belum sesuai dengan yang diharapkan.

Sepanjang Januari hingga saat ini, realisasi investasi sektor EBT dan konservasi energi baru USD0,67 miliar. Jumlah tersebut baru sekitar 16,9 persen dari target sepanjang tahun ini yang dipatok USD3,97 miliar.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan bahwa realisasi untuk pembangkit listrik tenaga (PLT) bioenergi dan pabrik diesel sekitar USD36 juta, atau 22,2 persen dari target USD162 juta.

Kemudian PLT panas bumi USD251 juta, atau 26,5 persen dari target USD947 juta. Selanjutnya, realisasi investasi PLT aneka energi yang terdiri atas tenaga air, mikrohidro, surya, dan PLTS atap baru USD379 juta, atau sekitar 13,3 persen dari target USD2,86 miliar.

“Realisasi investasi memang masih cukup rendah, dan diharapkan di semester II-2022 dapat meningkat, terutama dengan akan terbitnya Perpres EBT yang sekarang sedang dalam proses,” ujarnya.

Dia menduga, rendahnya capaian investasi di sektor EBT disebabkan dampak pandemi Covid-19. Selain itu, ada beberapa persoalan di pengembangan EBT yang masih perlu dibenahi dan disesuaikan lagi dengan kondisi saat ini.

Tak dipungkiri masih banyak tantangan yang harus diselesaikan dalam pengembangan EBT. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan bangsa ini untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. (***)