JAKARTA – Teknologi Sistem Pemantauan Radiasi Nuklir untuk Keselamatan dan Keamanan (SPRKK) sangat penting dalam menjaga kedaulatan bangsa. Ini mengingat letak strategis Indonesia dalam lalu lintas perdagangan dunia.
Kemajuan teknologi turut mempengaruhi makin meluasnya pemanfaatan sumber radioaktif ke berbagai bidang. Di antaranya, medis, industri, energi nuklir, riset, reaktor riset, dan pengelolaan limbah radioaktif. Menurut data Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA), jutaan sumber radioaktif tersebar di seluruh dunia.
Oleh karena itu, teknologi Sistem Pemantauan Radiasi Nuklir untuk Keselamatan dan Keamanan (SPRKK) sangat penting dalam menjaga kedaulatan bangsa. Ini mengingat letak strategis Indonesia dalam lalu lintas perdagangan dunia.
Demikian diungkapkan Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama, Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kristedjo Kurnianto, dalam webinar bertema “Riset Teknologi Sistem Pemantauan Radiasi Nuklir untuk Keselamatan dan Keamanan Indonesia” di Jakarta, Jumat (24/6/2022). Menurutnya, pengembangan detektor radiasi sangat penting bagi Indonesia.
Kristedjo mengatakan kita harus mampu mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan riset dan ilmu pengetahuan. “Ini perlu dibarengi dengan kemampuan kita dalam menjamin keselamatan dan keamanan penduduk seluruhnya,” katanya.
Sudah saatnya bagi Indonesia untuk mengembangkan sistem pemantauan radiasi guna mencegah potensi bahaya nuklir. Kristedjo menyebut, SPRKK merupakan sistem pemantauan dan deteksi radiasi lingkungan, baik secara kontinu maupun realtime. Ia dapat dioperasikan dalam kondisi normal maupun saat situasi kedaruratan.
Sistem ini dapat mencegah terjadinya kedaruratan nuklir yang berpotensi terjadi pada kasus Material Out of Regulatory Control. Contohnya pencurian, penyalahgunaan, penyelundupan, terorisme, maupun malpraktek sumber radioaktif.
Kristedjo memaparkan, kalau saat ini setiap negara di dunia menggunakan sumber radioaktif untuk kebutuhan bidang medis dan industri. Sebanyak 20 juta pengiriman sumber radioaktif terjadi setiap tahunnya.
Sedangkan di Indonesia, terdapat lebih dari 13 ribu izin pemakaian sumber radioaktif. Hal itu dilansir dari data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), melalui BAPETEN Licensing dan Inspection System (Balis).
Penggunaan sumber radioaktif di seluruh dunia tersebut dapat berpotensi memunculkan banyaknya tantangan dan ancaman bagi lingkungan terutama dalam perdagangan gelap dan penyimpangan penggunaannya. Terlebih, saat ini detektor radiasi masih diimpor termasuk untuk perawatan dan pengoperasiannya. Itulah yang kemudian menjadi keprihatinan pihak BRIN dan menginisiasi inovasi SPRKK ini agar lebih mandiri.
SPRKK adalah program yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) tahun 2019 tentang Prioritas Riset Nasional Tahun 2020-2024 Bidang Pertahanan dan Keamanan. Ada tiga kegiatan yang menjadi fokus dalam SPRKK. Yakni, sistem informasi pemantauan radiasi lingkungan berskala nasional. Kemudian perangkat pengukur laik industri dan standardisasi, serta sertifikasi dan kebijakan pendukung lainnya.
Banyak Manfaat
Kristedjo menguraikan, terdapat empat jenis perangkat deteksi dan inspeksi radiasi, yakni Radiation Portal Monitors (RPM), Personal Radiation Detectors (PRD), Radiation Isotope Identification Devices (RIID), dan Backpacks. Pemanfaatan RPM, digunakan antara lain untuk inspeksi kendaraan dan kargo, screening pada fasilitas nuklir, laboratorium nuklir, dan lokasi penyimpanan dan pengelolaan limbah nuklir.
Manfaat lain, misalnya screening bahan-bahan yang masuk ke fasilitas manufaktur, screening pedestrian pada gedung-gedung. Atau screening petugas keamanan pada sistem transportasi massal, korporasi, dan acara-acara besar.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir BRIN Abu Khalid Rivai menyampaikan, pemerintah peduli terhadap pengembangan SPRKK di tanah air. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo sejak 2016 telah menginstruksikan pemasangan detektor radiasi di pintu-pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan-pelabuhan internasional.
Sampai saat ini sudah terpasang tujuh detektor radiasi pada tujuh dari 172 pelabuhan di tanah air. Yang terakhir adalah di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Ini menjadi tantangan terutama bagi BRIN untuk segera melengkapinya, karena terkait potensi ancaman kedaulatan negara.
BRIN sendiri saat ini telah menyiapkan teknologi proteksi radiasi, portal monitor dan berbagai sistem terkait. “Sehingga bangsa kita memiliki teknologi yang maju dan tangguh, karena berkaitan dengan kedaulatan bangsa,” tegas Abu.
Beberapa perangkat yang telah dihasilkan dan diuji hingga saat ini, antara lain, Portal Monitor Radiasi-15 (PMR-15) yang telah dipasang di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta Selatan sejak 2016. Kemudian PMR-16 Spektroskopi yang telah dipasang di Pintu Gerbang Utama Kawasan Nuklir Serpong sejak 2019.
Selain itu, ada PMR-17 serta PMR-PPTI yang merupakan hasil Konsorsium Pengembangan RPM. Semuanya telah melalui pengujian menyeluruh sesuai standar yang berlaku. Sedangkan beberapa perangkat yang masih dikembangkan, yaitu Smart Area Surveymeter, Perangkat Deteksi Radiasi Mobile, dan pengembangan material detektor seperti material sintilator.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala ORTN BRIN Rohadi Awaludin, dalam kesempatan terpisah, menyatakan bahwa BRIN akan terus melakukan pengembangan dalam riset dan rekayasa program SPRKK nasional yang andal. BRIN pun akan meningkatkan jejaring nasional baik internal maupun lintas kementerian/lembaga. Di samping turut pula memperkuat jejaring internasional dalam bidang keselamatan dan keamanan radiasi nuklir demi tercipta SPRKK nasional yang andal dan mumpuni demi menjaga keselamatan, keamanan, dan kedaulatan bangsa Indonesia. (***)