“Membuat Undang-Undang itu tidak bisa sembarang. Tidak bisa sekedar memasang target jumlah 100 atau 200 UU. Namun, yang jauh lebih penting adalah UU itu dibahas dengan mekanisme yang benar serta memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat. Kerja legislasi DPR tidak hanya sekadar kuantitas, tapi soal kualitas, ” kata politisi PDI-Perjuangan itu.
Hal inilah yang menjadi dasar mengapa UU TPKS, sebagai salah satu produk legislasi yang disahkan pada Masa Persidangan IV DPR, membutuhkan waktu dalam proses pembahasannya. “UU TPKS merupakan hadiah buat seluruh masyarakat Indonesia menjelang peringatan Hari Kartini. Payung hukum ini bertujuan menjaga dan mengayomi, bukan hanya untuk perempuan melainkan untuk satu bangsa Indonesia,” tutur Puan.
“UU ini lahir atas kolaborasi dan sinergi yang apik antar semua pihak. Dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusannya, UU ini juga berusaha mengakomodir dan memberi ruang yang luas untuk publik berpartisipasi secara aktif,” sambung mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) tersebut.
Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Kanti W. Janis mengapresiasi upaya Puan Maharani dalam menyerap aspirasi publik saat proses perumusan UU TPKS. Ia menyebut Puan merespons serius serta cepat menanggapi masukan masyarakat. “Ini bukan hanya soal bagaimana proses aspirasi politik itu diperhatikan, tapi ada kepemimpinan yang efektif terutama dari pimpinan DPR. Saya kira kedepan kita butuh banyak model kepemimpinan politik yang berwibawa dan efektif seperti Puan Maharani,” kata Kanti.
Kanti, yang juga aktif dalam gerakan literasi, mengatakan bahwa lahirnya UU TPKS ini merupakan salah satu tanda zaman bahwa Indonesia memasuki era modern sesungguhnya. “Ciri utama negara modern adalah memberi perlindungan nyata tidak hanya untuk perempuan, namun juga kelompok rentan lain,” ucap Kanti.
Kanti berharap penerapan UU ini benar-benar tegas dan tidak memberikan celah bagi pelaku kejahatan seksual untuk bebas, serta mampu mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual. “Tentu agar UU ini menjadi hukum yang hidup di masyarakat, kita harus awasi dan kawal bersama implementasinya,” tutup Kanti. (sf)